oleh : Yupiter Sulifan
Di tengah tantangan dunia pendidikan yang semakin kompleks, perilaku menyimpang di kalangan pelajar kian mencuat ke permukaan. Tawuran pelajar, perundungan, penyalahgunaan narkoba, dan kenakalan remaja lainnya menjadi fenomena yang kerap mengusik ketenangan masyarakat dan dunia pendidikan. Dalam menghadapi kenyataan ini, berbagai pendekatan diterapkan oleh pemerintah dan pihak sekolah. Salah satu yang menarik perhatian adalah model pendidikan ala barak militer yang pernah diterapkan oleh tokoh masyarakat sekaligus mantan Bupati Purwakarta dan kini dikenal luas sebagai Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi atau KDM (Kang Dedi Mulyadi).
KDM dikenal dengan pendekatannya yang unik, memadukan ketegasan disiplin ala militer dengan nilai-nilai kearifan lokal dan empati terhadap anak. Salah satu program yang sempat mencuri perhatian adalah mengirim pelajar yang dianggap nakal atau bermasalah ke barak militer untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan karakter.
Barak militer dalam konteks ini bukan tempat hukuman atau intimidasi, melainkan wadah pembentukan karakter. Di sana, siswa diajarkan kedisiplinan, tanggung jawab, kerja sama, serta nilai-nilai cinta tanah air. Aktivitas harian mereka diatur secara ketat — bangun pagi, olahraga, apel, membersihkan lingkungan, hingga kegiatan refleksi malam.
Model ini memberi ruang bagi siswa untuk menjauh dari lingkungan negatif yang kerap mempengaruhi perilaku mereka. Dengan rutinitas yang tertata dan dibimbing oleh para pembina, termasuk dari unsur TNI, para siswa belajar arti keteraturan dan kerja keras. Dalam banyak kasus, pendekatan ini terbukti mampu mengubah perilaku siswa menjadi lebih positif.
Ada Sentuhan Humanis
Apa yang membuat pendekatan ini efektif adalah adanya sentuhan humanis di balik ketegasan disiplin. KDM tidak sekadar ingin “menghukum” siswa nakal, melainkan ingin menyentuh sisi kemanusiaan mereka. Ia percaya bahwa setiap anak pada dasarnya baik, hanya saja ada yang tersesat karena kurangnya perhatian, lingkungan yang buruk, atau trauma yang tak terselesaikan.
Oleh karena itu, dalam proses pembinaan di barak militer, siswa tidak hanya digembleng fisik, tetapi juga dibina secara emosional dan spiritual. Kegiatan seperti ceramah motivasi, bercerita, bahkan berkebun dan seni, menjadi bagian dari metode pendekatan. Tujuannya, membangkitkan kembali kesadaran diri siswa tentang siapa mereka dan masa depan seperti apa yang ingin mereka capai.
Pendidikan karakter kerap menjadi jargon dalam sistem pendidikan nasional, tetapi implementasinya masih banyak menemui hambatan. Barak militer sebagai metode alternatif dapat menjadi solusi untuk kasus-kasus ekstrem yang tidak lagi bisa ditangani dengan pendekatan konvensional. Ketika teguran, pemanggilan orang tua, hingga skorsing tak juga memberi efek jera, pembinaan dengan pendekatan militer bisa menjadi opsi yang lebih efektif.
Namun tentu saja, model ini tidak bisa dijalankan sembarangan. Harus ada regulasi yang jelas, perlindungan terhadap hak anak, serta keterlibatan psikolog dan pendidik yang memahami perkembangan remaja. Pendekatan ini bukan untuk mempermalukan, tetapi untuk membimbing dengan kasih sayang yang tegas.
Banyak cerita sukses lahir dari program pembinaan ala militer ini. Beberapa siswa yang dulunya dikenal sebagai “raja tawuran”, berubah menjadi siswa teladan. Ada pula yang akhirnya menjadi relawan sosial, penggiat lingkungan, hingga inspirator bagi teman-temannya. Keberhasilan ini tidak lepas dari pendekatan yang membangun kepercayaan, bukan sekadar menanam rasa takut.
KDM sendiri sering menekankan bahwa anak-anak yang bermasalah bukan musuh, tetapi amanah. Ia menolak untuk mengucilkan mereka, melainkan mengembalikan mereka ke jalan yang benar melalui pembinaan yang bermartabat. Pendekatan ini terbukti bisa melahirkan generasi muda yang lebih tangguh, sadar diri, dan punya rasa cinta terhadap bangsa.
Pengalaman ini bisa menjadi cerminan bagi pemerintah daerah lain dalam mengatasi kenakalan remaja. Diperlukan sinergi antara dinas pendidikan, aparat keamanan, sekolah, dan keluarga untuk menyukseskan program serupa. Barak militer bukan solusi satu-satunya, tetapi dapat menjadi bagian dari kebijakan pendidikan yang lebih inklusif, menyentuh sisi psikologis dan sosial siswa.
Di tengah era digital dan arus informasi yang begitu cepat, pelajar membutuhkan bukan hanya pengawasan, tetapi juga pendampingan. Mereka harus merasa didengar, diberi ruang, dan dipersiapkan untuk menghadapi tantangan kehidupan. Di sinilah peran pembinaan karakter seperti yang dicontohkan KDM menjadi relevan.
Mengubah siswa nakal menjadi pribadi yang bertanggung jawab tidak bisa dilakukan dengan pendekatan keras semata, tetapi juga memerlukan pendekatan yang menyentuh hati. Barak militer sebagai ruang pendidikan alternatif bisa menjadi ladang perubahan, selama dijalankan dengan niat yang tulus dan metode yang terukur. Apa yang dilakukan oleh KDM menunjukkan bahwa di balik ketegasan, bisa tumbuh benih harapan untuk masa depan generasi muda Indonesia. Semoga.
Penulis guru BK SMAN 1 Taman Sidoarjo
Komentar Terbaru