Oleh : Yupiter Sulifan, M.Psi., Guru BK SMAN 1 Taman
Bagi Anda yang mengalami stres, depresi ataupun masalah emosi lainnya, mungkin saatnya mencoba terapi menulis. Terapi ini masih termasuk dalam art therapy. Anda tidak harus memerlukan buku, kertas dan alat tulis, nulis di HP, komputer, laptop juga bisa dilakukan.
Terapi menulis digunakan oleh beberapa ahli kesehatan mental untuk mengatasi stres, depresi dan kecemasan dalam diri seseorang. Bentuknya beragam mulai dari menulis perjalanan, menulis diari, hingga puisi sekalipun. Lewat media ini, seseorang bisa mengekspresikan beragam emosi yang mengganjal dalam dirinya.
Seperti yang saya lakukan ke peserta didik SMAN 1 Taman kelas X dan XI (terutama kelas X Mipa 5, X Mipa 6, X Bahasa, XI Mipa 5, XI IPS 4 dan XI Bahasa yakni kelas bimbingan saya) setelah masuk sekolah setelah liburan Idul Fitri, rupanya banyak peserta didik masih enggan untuk mencari ilmu.
Ini terlihat dari banyaknya mereka yang ijin tidak masuk di tiap-tiap kelas (kelas X dan XI). Selain masih ke luar kota, diantara mereka ada yang tidak masuk tanpa keterangan.
Minggu ke dua masuk setelah liburan Idul Fitri, saya mengadakan bimbingan klasikal di masing-masing kelas tadi. Upaya yang saya lakukan untuk membangkitkan motivasi ataupun menggali apa yang mereka alami sehingga masih terlihat enggan masuk sekolah.
Berdasar update status di sosial media peserta didik yang berisi cerita pengalaman saat mudik lebaran saya lalu memberikan tugas untuk membuat cerita selama mudik lebaran tadi. Tentu panjang cerita selama mudik lebaran ini saya tentukan minimal 100 kata.
Ada beberapa peserta didik yang protes karena mereka tidak mudik. “Bagi yang tidak mudik juga membuat cerita selama liburan lebaran,” jawab saya.
Ada juga peserta didik yang bercanda,”Seperti anak SD saja pak, disuruh nulis cerita pengalaman selama liburan.” Nah! Pernyataan ini yang saya tunggu-tunggu. Kenapa? Dari pernyataan ini, saya bisa mengembalikan ke penanya, kalau anak SD saja bisa, apa iya anak SMA tidak bisa membuat cerita yang lebih bagus dan lengkap?
Atau ada yang berkeluh kesah,”Ya, nulis cerita lagi. Susah mulainya darimana, pak?” “Mulai saja dari apa yang kalian pikirkan. Seperti di beranda Facebook kalau akan update status. Apa-apa yang ada di pikiran kalian, yang terbayang selama liburan lebaran kemarin langsung tulis di HP atau laptop yang kalian miliki,” urai saya.
Satu dua cerita meraka sudah mulai masuk ke email saya. Ketika mengetahui kalau temannya sudah mengumpulkan tugas, teman-teman lainnya sudah mulai resah, gupuh, terbakar semangatnya untuk secepatnya menyelesaikan ceritanya.
Dalam waktu 30 menit waktu bimbingan klasikal ini, dalam satu kelas sudah terkirim 34 cerita dari 36 siswa yang ada.
Dari satu kelas saja sudah terlihat gejolak emosi peserta didik yang sangat beragam, senang, sedih, biasa saja hingga emosi yang kadang senang kadang sedih tergambar di cerita yang peserta didik kirimkan.
Setelah saya baca satu persatu cerita yang masuk ke email peribadi, dan secara satu persatu juga saya membalasnya. Balasan yang saya sampaikan disesuaikan dengan suasana hati dalam cerita peserta didik tadi.
Manfaat Menulis
Rata-rata, peserta didik yang rasa senangnya saat liburan lebarannya kurang, mereka memiliki semangat masuk sekolah yang relatif rendah. Hal ini berbanding terbalik dengan peserta didik yang merasa sangat puas selama liburan lebaran kemarin. Mereka sangat antusias untuk masuk sekolah.
Inilah sebagian kecil manfaat menulis bagi remaja. Terapi menulis juga bisa menjadi pilihan bagi remaja yang menghadapi masalah karena mereka kerap kewalahan dengan perasaan serta emosi yang muncul. Mereka belum tahu secara pasti bagaimana cara menghadapi situasi sulit dengan tepat.
Terapi dengan menulis perjalanan liburan/jurnal sangat efektif membantu meningkatkan daya ingat hingga merekam kejadian demi kejadian penting setiap harinya. Menuangkannya dalam tulisan saja sudah bisa membuat seseorang merasa lebih rileks di penghujung hari.
Penulis yang telah menggunakan metode ini juga menemukan bahwa peserta didik memiliki kesehatan lebih baik setelah menulis. Mengacu pada hasil penelitian lainnya, peserta didik lebih jarang sakit karena sistem kekebalan tubuh mereka meningkat. Bahkan, subjek yang merupakan murid sekolah atau mahasiswa juga menunjukkan peningkatan nilai akademis.
Terapi menulis memberikan sederet manfaat positif dari mengutarakan perasaannya ke dalam tulisan. Biarpun hasilnya akan berbeda untuk setiap orang, setidaknya Anda bisa mengungkapkan perasaan lewat tulisan.
💡 Inspiratif, artikel ini adalah kado akhir tahun yang sempurna!